Demam berdarah dengue (DBD) terus meresahkan masyarakat. Bakteri Wolbachia pada serangga disebut ampuh melumpuhkan virus dengue sekaligus menekan angka penularan.
Peneliti World Mosquito Program (WWP), Adi Utarini mengatakan, Wolbachia adalah bakteri yang terdapat dalam tubuh serangga.
"Sebanyak 60 persen bakteri ada di jenis serangga seperti ngengat, lalat, capung, dan kupu-kupu," ujar Adi dalam Seminar Hari Pengendalian Nyamuk 2019 dalam rilis Kementerian Kesehatan RI.
Wolbachia berperan untuk melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. Dengan demikian, virus dengue tak akan menginfeksi tubuh manusia.
Kemampuan melumpuhkan virus itu terjadi akibat perkawinan antar nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia dengan nyamuk sejenis tanpa bakteri yang sama.
"Aedes aegypti jantan ber-Wolbachia yang kawin dengan Aedes aegypti betina dapat memblok virus dengue pada nyamuk betina," jelas Adi mencontohkan. Sementara perkawinan sebaliknya akan membuat seluruh telur nyamuk mengandung Wolbachia.
Efektivitas Wolbachia telah diteliti sejak 2011 lalu. Penelitian dilakukan melalui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti dengan Wolbachia dalam skala terbatas pada tahun 2011-2015.
Selanjutnya, fase pelepasan nyamuk berskala luas dilakukan untuk mengukur dampaknya. Fase tersebut salah satunya dilakukan di Kota Yogyakarta, DIY.
Hasilnya, angka kasus DBD mengalami penurunan hingga 75 persen. Adi mengatakan, penurunan angka kasus dengan bakteri Wolbachia ini merupakan inovasi pengendalian vektor yang dibutuhkan saat ini.
DBD adalah penyakit menular yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini umumnya menyerang usia anak kurang dari 15 tahun dan juga dapat terjadi pada orang dewasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadikan DBD sebagai masalah kesehatan global dengan estimasi kasus sekitar 390 juta setiap tahunnya.
Di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan pada 1968 silam, jumlah kasus DBD terus meningkat. Beberapa tahun ke belakang situasi DBD di Indonesia bahkan cenderung fluktuatif. WHO menempatkan Indonesia sebagai negara kedua dengan kasus DBD terbesar di antara 30 negara endemis.
Peneliti World Mosquito Program (WWP), Adi Utarini mengatakan, Wolbachia adalah bakteri yang terdapat dalam tubuh serangga.
"Sebanyak 60 persen bakteri ada di jenis serangga seperti ngengat, lalat, capung, dan kupu-kupu," ujar Adi dalam Seminar Hari Pengendalian Nyamuk 2019 dalam rilis Kementerian Kesehatan RI.
Wolbachia berperan untuk melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. Dengan demikian, virus dengue tak akan menginfeksi tubuh manusia.
Kemampuan melumpuhkan virus itu terjadi akibat perkawinan antar nyamuk Aedes aegypti dengan Wolbachia dengan nyamuk sejenis tanpa bakteri yang sama.
"Aedes aegypti jantan ber-Wolbachia yang kawin dengan Aedes aegypti betina dapat memblok virus dengue pada nyamuk betina," jelas Adi mencontohkan. Sementara perkawinan sebaliknya akan membuat seluruh telur nyamuk mengandung Wolbachia.
Efektivitas Wolbachia telah diteliti sejak 2011 lalu. Penelitian dilakukan melalui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti dengan Wolbachia dalam skala terbatas pada tahun 2011-2015.
Selanjutnya, fase pelepasan nyamuk berskala luas dilakukan untuk mengukur dampaknya. Fase tersebut salah satunya dilakukan di Kota Yogyakarta, DIY.
Hasilnya, angka kasus DBD mengalami penurunan hingga 75 persen. Adi mengatakan, penurunan angka kasus dengan bakteri Wolbachia ini merupakan inovasi pengendalian vektor yang dibutuhkan saat ini.
DBD adalah penyakit menular yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini umumnya menyerang usia anak kurang dari 15 tahun dan juga dapat terjadi pada orang dewasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadikan DBD sebagai masalah kesehatan global dengan estimasi kasus sekitar 390 juta setiap tahunnya.
Di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan pada 1968 silam, jumlah kasus DBD terus meningkat. Beberapa tahun ke belakang situasi DBD di Indonesia bahkan cenderung fluktuatif. WHO menempatkan Indonesia sebagai negara kedua dengan kasus DBD terbesar di antara 30 negara endemis.
Komentar
Posting Komentar