Ihwal kebutuhan daging babi, Indonesia sudah mampu swasembada. Kebutuhan domestik nyaris sudah bisa dipenuhi dari dalam negeri, meski sebagian kecil ada impor. Indonesia juga salah satu negara eksportir babi.
Secara kebutuhan daging babi bukan konsumsi utama populasi masyarakat Indonesia. Pada Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2018 Kementerian Pertanian, tercatat populasi ternak babi mencapai 8,542 juta ekor pada tahun lalu. Jumlah ini meningkat sekitar 11% dari populasi pada 2014 yang hanya 7,694 juta ekor. Pasokan babi relatif terus tumbuh setiap tahun.
Di sisi lain, kebutuhan pemotongan relatif stagnan, misalnya pada 2014 kebutuhan pemotongan babi hanya 1,959 juta ekor, pada 2018 sedikit naik jadi 2 juta ekor. Ini bisa jadi karena kebutuhan babi per kapita juga relatif stagnan, rata-rata 0,219 kg per kapita per tahun. Pada 2017, konsumsi per kapita sempat 0,261 kg per kapita per tahun, tak berubah dari tahun sebelumnya.
Dari sisi produksi daging justru mengalami kenaikan pada 2014 tercatat 302,3 ribu ton, lalu naik jadi 327,2 ribu ton pada 2018 atau tumbuh 8%.
Dari kebutuhan yang stagnan, produksi yang masih tumbuh, dan populasi terus berkembang, tak mengherankan Indonesia mampu jadi negara eksportir babi ternak, dan minim impor.
Indonesia mampu mengekspor babi ternak cukup besar dibandingkan impor sehingga surplus perdagangan. Catatan 2017, ekspor babi ternak mencapai 28 ribu ton senilai US$ 59,9 juta. Sedangkan impornya pada tahun yang sama nyaris tak ada catatan.
Impor babi ternak pada tahun-tahun sebelumnya minim, tertinggi terjadi pada 2015 dan 2016, volume impor babi ternak masing-masing 350 kg dan 491 kg, dengan nilai masing-masing US$ 64 ribu dan US$ 3.849.
Sebelumnya, China dipusingkan dengan persoalan harga daging babi yang menjadi kebutuhan penting masyaratnya. Serangan penyakit flu babi Afrika berujung pembantaian massal babi yang terkena penyakit di sentra peternakan China, berakibat pada kekurangan pasokan dan lonjakan harga.
Meningkatnya harga babi di China membuat kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu khawatir. Bahkan, pemerintah China menargetkan persoalan ini harus segera selesai sebelum ulang tahun ke-70 negara tersebut.
Pasalnya harga babi sudah naik sangat signifikan selama 17 bulan terakhir. Pada Agustus, harga daging babi naik 46,2% dibanding Juli lalu. Harga babi diperdagangkan sekitar 30-33 yuan atau sekitar US$ 4 per kilogram.
Kelangkaan daging babi terjadi karena penyakit flu babi afrika. Meski tidak menulari manusia, penyakit ini membuat pembantaian massal babi yang terkena penyakit di sentra peternakan China. China harus impor babi besar-besaran dari negara lain.
Indikasi impor babi ini sebenarnya sudah terjadi sejak awal Jumat lalu. Salah satu pejabat di China sempat menyebutkan negosiasi keduanya membuka potensi untuk melakukan impor daging babi.
China resmi mengumumkan akan mengecualikan kenaikan tarif untuk babi asal AS dan membuka pintu yang signifikan bagi produk pertanian AS ini.
Komentar
Posting Komentar